Travel & Lifestyle
Tradisi Pemakaman ‘Harga Sultan’ Ala Tana Toraja
Punya upacara pemakaman yang disebut termahal di dunia, ini dia berbagai tradisi pemakaman ala Tana Toraja.
Umumnya, kematian dianggap sebagai dari akhir kehidupan dan masa dimana kehidupan berhenti. Namun tidak dengan kepercayaan masyarakat Tana Toraja. Mereka percaya bahwa roh leluhur akan terus menjaga tanah dan ladang agar tetap subur serta membawa berkah. Itulah salah satu alasan mengapa masyarakat Tana Toraja memiliki tradisi pemakman unik dan langka.
Tana Toraja memiliki cara sendiri untuk memberikan tempat peristirahatan terakhir bagi masyarakatnya yang meninggal dunia. Terdapat banyak makam batu dan goa di daerah yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan ini. Hal itu karena pada jaman dahulu, para nenek moyang ingin memperlakukan jenazah dengan baik dan tidak rusak oleh air atau tanah, sehingga kelak bisa dilihat anak dan cucu mereka.
Tak hanya satu, Tana Toraja memiliki berbagai tradisi pemakaman. Bahkan, salah satu dari tradisinya itu disebut sebagai tradisi pemakaman termahal di dunia. Penasaran ada tradisi pemakaman apa saja di Tana Toraja? Yuk simak di bawah ini.
- Londa : Kuburan keluarga di dalam gua
Terletak di Desa Sandan Uai, Londa merupakan gua yang berfungsi sebagai tempat makam. Hanya keturunan bangsawan saja yang dimakamkan di Londa. Uniknya, penyusunan peti di gua pemakaman ini memiliki aturan dan tak boleh asal.
Baca juga: Mamose, Tradisi Tebas Badan Dari Mamuju
Penyusunan peti di Londa disusun berdasarkan kedudukannya di masyarakat semasa hidup. Semakin tinggi letaknya, maka akan semakin tinggi pula kedudukannya. Meski minim pencahayaan dan minim sirkulasi udara karena ruang yang sempit, tidak membuat Gua Londa memiliki bau yang tak sedap.
Masyarakat Tana Toraja memiliki ramuan tradisional untuk mengawetkan mayat sehingga bau di dalam gua dapat disterilkan. Gua Londa sendiri sudah menjadi makam leluhur sejak abad ke sebelas.
- Erong : Makam gantung
Umumnya, jika seseorang meninggal, ia akan dikuburkan di dalam tanah. Namun, berbeda dengan Tana Toraja. Ada tradisi pemakaman di sana yang menggunakan erong, yaitu peti atau makam yang terbuat dari kayu. Inilah yang dijadikan sebagai makam gantung khas Tana Toraja.
Terdapat 3 macam bentuk erong, yaitu yang berbentuk rumah adat, kerbau, dan babi. Erong yang berbentuk rumah adat biasanya digunakan untuk makam seorang bangsawan, Lalu, erong berbentuk kerbau adalah makam untuk laki laki, sedangkan erong babi adalah makam untuk perempuan.
Beberapa erong yang tergantung usianya sudah mencapai ratusan tahun, sehingga banyak bangkai peti dan tengkorak yang berserakan. Untuk memindahkannya pun tidak boleh sembarangan, harus melalui upacara adat.
- Bori Parinding : Kuburan batu pahat
Tak hanya pemakaman dalam gua, Toraja juga punya pemakaman di dalam batu di kawasan Bori Parinding. Batu-batu besar akan dipahat dan dijadikan tempat peristirahatan terakhir bagi keluarga bangsawan Ne Ramba. Setiap lubang yang ada di batu tersebut diisi oleh keluarga yang serumpun.
Batu-batu besar yang ada di Bori Parinding harus berasal dari desa tempat asal jenazah. Luas seluruh Bori Parinding adalah sekitar 1.724 meter persegi, yang terdiri dari batu-batu yang berdiri atau biasa disebut menhir.
Menhir adalah lambang bangsawan bangsawan Ne Ramba yang meninggal dan sudah ada sejak 1717.
- Kambira : Makam untuk bayi
Kemudian, terdapat pemakaman pohon yang biasa disebut Kambira. Jaman dulu, Kambira digunakan sebagai makam khusus bayi Toraja. Namun, hanya bayi yang belum memiliki gigi saja yang boleh dimakamkan di Kambira. Masyarakat Toraja percaya bahwa getah putih yang dihasilkan batang pohon bisa menggantikan air susu ibu, sehingga mayat bayi yang ada di sana tidak kelaparan.
Baca juga: Suka Membuat Konten Misteri? Kunjungi 4 Spot Horor Ini Kalau Berani
Bayi yang meninggal akan di masukkan ke dalam pohon dan ditutup kembali. Jika batang pohon telah mulai rapat, bayi yang dimakamkan di Kambira dianggap sudah tumbuh kembali. Kambira sendiri terakhir dipakai tahun 1950an.
- Lemo : Makam batu untuk para bangsawan dan kepala suku
Lemo adalah kompleks pemakaman di Tana Toraja berupa kuburan yang melekat di dinding tebing. Dinamakan Lemo karena bentuknya yang bulat seperti jeruk atau lemo dalam bahasa Toraja. Cara penguburannya juga tak kalah unik, tebing batu tersebut akan dipahat secara manual hingga menjadi sebuah lubang,
Lalu, peti mati akan diletakkan di lubang tersebut dan ditutup menggunakan kayu atau bambu. Satu lubangnya bisa diisi oleh satu keluarga. Lemo biasanya digunakan untuk makam para bangsawan atau kepala suku.
- Patung Tautau
Telah ada sejak abad ke-19, Patung Tautau bisa dijumpai di pemakaman manapun di Toraja. Patung Tautau melambangkan leluhur yang sudah meninggal dan ‘mewakili’ kehadiran orang yang sudah meninggal. Namun, tak semua orang meninggal dibuatkan Patung Tautau, hanya bangsawan saja yang boleh dibuatkan patung ini.
Setelah itu, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu dengan melaksanakan Upacara Rambu Solo dan mengurbankan minimal 24 kerbau.
Patung Tautau menggunakan kayu nangka sebagai bahan utamanya agar tetap awet dan kuat. Saat ini, hanya ada 7 pembuat Patung Tautau di Toraja.
- Ritual Ma’nene
Ma’nene merupakan ritual yang dilakukan 3 tahun sekali oleh masyarakat Toraja. Dalam ritual ini, baju orang yang meninggal akan digantikan dengan baju baru. Tak hanya itu, tubuh mereka juga akan dibersihkan dan peti yang sudah rusak juga akan diganti dengan yang baru.
Baca juga: 4 Tempat di Tulungagung Ini Punya Kisah Mistis yang Unik
Pembersihan jenazah ini biasanya dilakukan oleh pihak keluarga. Ritual Ma’nene bertujuan agar keluarga yang berada di perantauan dapat datang menjenguk orang tua atau Nene To’dolo (moyang)Â dan juga memperat hubungan. Tradisi ini dilakukan setelah panen besar pada bulan Agustus.
Â
- Upacara Rambu Solo
Upacara Rambu Solo dilakukan supaya arwah orang yang sudah meninggal tidak memberikan kemalangan pada orang-orang yang ditinggalkan. Upacara Rambu Solo memiliki serangkaian acara yang cukup panjang, terlebih jika yang meninggal merupakan keturunan bangsawan, upacara bisa berlangsung selama lima hari dan harus menyediakan kerbau serta babi sebanyak 24-100 ekor, tergantung dari strata sosialnya.
Kerbau-kerbau ini dianggap sebagai kendaraan menuju ke surga. Tedong Bonga atau kerbau albino juga merupakan salah satu hewan yang dikurbankan di upacara Rambu Solo. Harganya pun tak murah, bisa mencapai Rp 600 juta satu ekornya.
Upacara ini juga mewajibkan peti jenazah untuk dihias dengan kain adat dan tali yang terbuat dari emas atau perak. Lalu, di dalam peti juga dilengkapi dengan berbagai barang yang dipercaya sebagai ‘bekal perjalanan’ arwah menuju surga.
Baca juga: Cara Packing Gampang dan Gak Ribet Saat Ingin Traveling
Bekal tersebut biasanya berupa pakaian, perhiasan, dan sejumlah uang. Tak heran kalau upacara ini bisa menelan biaya mencapai 4-5 miliar dan dijuluki sebagai upacara pemakaman termahal di dunia. Upacara Rambu Solo biasanya dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus.
Meski memiliki kesan yang horor, wisata pemakaman ini wajib kamu masukkan ke dalam holiday-list kamu. Tidak ada salahnya memperkaya wawasan kita seputar budaya-budaya unik yang ada di Indoesia, kan? Bahkan, banyak turis asing yang tertarik dengan tradisi pemakaman yang ada di Toraja.
Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Toraja kira-kira 10 jam melalui jalur darat dari kota Makassar. Bila ingin perjalananmu lebih nyaman, kamu bisa menggunakan Sejalan. Aplikasi berbasis ride sharing ini punya rute Makassar-Toraja yang siap mengantar kamu.
Jadi, kalau mau ke Tana Toraja, jangan lupa pakai Sejalan ya. Sejalan bikin perjalananmu lebih asyik dan nyaman.