Search Cars

Otomotif

Mobil Impor dan Motor Besar Akan Alami Kenaikan Harga

Pemerintah menyimpulkan bahwa perlu dilakukan penyesuaian tarif PPh Pasal 22 terhadap 1.147 pos tarif yang diakibatkan oleh dinamika perekonomian global. Hal ini menimbulkan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia, yang mencapai USD 13,5 miliar atau 2,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

 

Ada tiga kategori yang akan terkena penyesuaian tarif PPh, salah satunya adalah kategori barang mewah, seperti mobil CBU (Completely Built Up) dan motor besar.

 

Penyesuaian tarif ini mengacu pada tinjauan yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta Kantor Staf Presiden terhadap barang-barang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132/PMK.010/2015, PMK 6/PMK.010/2017 dan PMK 34/PMK.010/2017.

 

Tarif PPh 22 yang semula hanya 7,5 persen, naik menjadi 10 persen pada kategori barang mewah. Lalu, pemerintah juga memberlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atara 10 sampai 125 persen.

 

Belum lagi ditambah dengan penyamarataan bea masuk sebesar 50 persen, yang sebelumnya dipatok 10 sampai 50 persen. Jadi, dengan adanya rincian tersebut, total biaya yang dikeluarkan jika ingin mengimpor mobil menjadi 190 persen lebih tinggi dari harga mobil.

Hal ini ditetapkan Pemerintah guna mengurangi impor mobil-mobil mewah yang dapat mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia.

 

Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, bahwa salah satu penyebab defisit transaksi berjalan adalah pertumbuhan impor (24,5 persen year to date Juli 2018) yang jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor (11,4 persen year to date Juli 2018).

 

Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), mengatakan, adanya penyesuaian tarif PPh 22 ini akan membuat masyarakat semakin berhemat dan menahan diri untuk membeli barang, khususnya barang-barang impor.

 

“Otomatis hawa yang dibawa adalah kehematan karena mereka akan menahan Dolar,” ujar Triawan saat dihubungi oleh Seva.id.

 

Sebenarnya, kebijakan untuk melakukan pengendalian impor melalui kebijakan Pajak Penghasilan bukan merupakan yang pertama dilakukan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah juga pernah memberlakukan kebijakan ini pada tahun 2013 dan 2015.

 

Di tahun 2013, pemerintah menerbitkan PMK Nomor 175/PMK.011/2013 untuk mengendalikan impor setelah Taper Tantrum. Saat itu, pemerintah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 502 item komoditas konsumsi, dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.

 

Lalu, pemerintah melanjutkan kebijakan ini dengan menerbitkan PMK Nomor 107/PMK.010/2015 pada tahun 2015. Melalui PMK tersebut, pemerintah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 240 item komuditas konsumsi, dari 7,5 persen menjadi 10 persen atas barang konsumsi tertentu yang dihapuskan PPnBM-nya.

Selain menerapkan penyesuaian tarif PPh 22, pemerintah juga melakukan tinjauan terhadap proyk-proyek infrastruktur, khususnya pada proyek strategi nasional, seperti implementasi penggunaan Biodiesel (B-20) untuk mengurangi impor bahan bakar solar, serta melakukan tinjauan Kebijakan Pajak Penghasilan terhadap barang konsumsi impor untuk mendorong penggunaan produk domestik.

 

“Hal ini tidak ada tanda-tanda masuk ke krisis. Tapi kita harus berhati-hati dalam spending kita,” kata Triawan.

 

Ia mengungkapkan, lebih baik Indonesia meniru Korea untuk menggunakan barang-barang buatan dalam negeri yang dapat mendukung pemerintah dalam mengurangi defisit neraca transaksi berjalan dan memberikan dampak posisif bagi fundamental perekonomian negara.

 

Triawan melanjutkan, untuk mengkonsumsi barang-barang otomotif memang agak susah untuk menggunakan barang dalam negeri. Namun, ini dapat dimaksimalkan dengan menggunakan barang di luar otomotif, seperti barang elektronik, barang kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain.

Sebagai informasi, tiga kategori yang terkena dampak dari penyesuaian tarif PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut.

  1. 210 item komoditas, tarif PPh 2 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk kategori ini adalah babrang mewah seperti mobil CBU dan motor besar.
  2. 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan, lampu), keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak/dapur.
  3. 719 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bagunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box, speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swin wear).

 

Bagi Anda yang sudah memiliki rencana untuk membeli barang-barang impor, lebih baik untuk memikirkannya kembali, karena selain harganya lebih mahal, keputusan Anda juga akan mempengaruhi kebijakan yang baru ditetapkan oleh pemerintah ini.

Rekomendasi Mobil Untukmu

Baca juga dari SEVA blog

Muat lebih banyak lagi

Join Yuk, Agar Tetap Update!

Dapatkan tips, berita, review, dan penawaran terbaru dari SEVA!

Email

Dengan mengirimkan email Anda, Anda menyetujui Ketentuan dan Pemberitahuan Privasi kami. Anda dapat memilih keluar kapan saja. Situs ini dilindungi oleh reCAPTCHA dan Kebijakan Privasi serta Ketentuan Layanan berlaku.